Default Title
logo spatial highlights
Ahli dari Meksiko Manfaatkan Pengindraan Jauh sebagai Alat Mitigasi Bencana

Ahli dari Meksiko Manfaatkan Pengindraan Jauh sebagai Alat Mitigasi Bencana

Tekanan perubahan iklim dan pertumbuhan kota telah mendorong banyak wilayah urban menghadapi ancaman tersembunyi dari bawah tanah, salah satunya penurunan permukaan tanah atau land subsidence. Fenomena ini bukan sekadar mengganggu stabilitas infrastruktur, melainkan juga mengancam keberlanjutan sumber daya air dan keselamatan masyarakat secara luas.

Salah satu wilayah yang terdampak cukup serius adalah Meksiko, tepatnya di Lembah San Luis Potosí. Kawasan ini mengalami deformasi tanah yang signifikan akibat eksploitasi air tanah yang tak terkendali. Untuk merespons tantangan tersebut, Profesor Abraham Cardenas-Tristan dari Universidad Autónoma de San Luis Potosi mengusulkan pendekatan ilmiah berbasis teknologi pengindraan jauh (remote sensing) sebagai solusi monitoring dan mitigasi. Pendekatan ini ia paparkan dalam gelaran International Conference on Science and Technology 2025 (ICST 2025) di UGM pada 31 Juli 2025, dengan menekankan pentingnya analisis geospasial dalam memahami dinamika penurunan tanah secara lebih mendalam.

Baca juga: UGM Gelar UASC 2025 sebagai Ajang Kolaborasi Lintas Disiplin

Menghadapi Tantangan Penurunan Tanah dengan Pengindraan Jauh

Untuk memahami akar permasalahan secara menyeluruh, perlu ditelaah kondisi geografis dan geologis wilayah San Luis Potosí. Secara lokasi, lembah ini terletak di atas struktur graben tektonik yang dibatasi oleh Pegunungan Sierra de San Miguelito di sisi barat dan Sierra de Álvarez di sisi timur. Lembah tersebut mencakup area seluas 1.980 km², berada pada ketinggian rata-rata 1.850 meter di atas permukaan laut, dan berjarak sekitar 400 km dari Kota Meksiko.

Kondisi iklim di wilayah ini bersifat semi-arid, dengan curah hujan tahunan yang rendah hanya sebesar 365 mm, suhu rata-rata 17,6 °C, serta tingkat evaporasi yang tinggi mencapai 2.000 mm per tahun. Kombinasi antara topografi cekungan dan iklim kering tersebut menyebabkan terbatasnya pasokan air permukaan sehingga masyarakat makin bergantung pada ekstraksi air tanah untuk kebutuhan sehari-hari.

Lebih jauh, kondisi geologi wilayah ini juga menjadi faktor utama terjadinya penurunan tanah. San Luis Potosí merupakan hasil dari aktivitas tektonik jangka panjang, dengan struktur graben yang terbentuk akibat sistem patahan normal berorientasi utara-selatan. Graben ini telah terisi oleh endapan aluvial dan vulkanik sejak zaman Kuarter. Di bawah permukaan, terdapat lapisan batuan dari periode Kapur yang berumur sekitar 125 juta tahun, tertutupi oleh batuan vulkanik dari era Kenozoikum, seperti ignimbrit, riolit, dan aliran piroklastik. Sementara, di bagian tengah lembah, ketebalan sedimen mencapai hingga 600 meter, menciptakan kondisi yang rentan terhadap kompaksi diferensial akibat penurunan muka air tanah.

Dalam pemaparannya, Profesor Cardenas-Tristan menunjukkan bagaimana teknologi persistent scatterer interferometry (PSI), khususnya dengan metode coherent pixels technique (CPT), mampu menjadi alat utama dalam mengukur deformasi tanah secara akurat. Penelitian yang dilakukan menggunakan 112 citra satelit Sentinel-1 yang dikumpulkan antara Oktober 2014 hingga November 2019 ini berhasil merekam dinamika perubahan permukaan tanah secara spasial-temporal di wilayah tersebut.

Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa wilayah Soledad de Graciano Sánchez mengalami penurunan permukaan tanah dengan laju antara −1,5 hingga −3,5 cm per tahun. Sementara itu, wilayah inti kota San Luis Potosí mencatat laju penurunan yang lebih ekstrem, yakni antara −1,8 hingga −4,2 cm per tahun. Untuk memastikan keakuratan data, hasil deformasi ini divalidasi dengan lima titik benchmark dari sistem GNSS, yang menunjukkan korelasi data sangat tinggi sebesar 0,986.

Memetakan Risiko Berbasis Data dengan Pengindraan Jauh

Hasil penelitian ini tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga memberikan dampak praktis yang besar. Dengan memanfaatkan teknik CPT-PSI, para peneliti dapat menghasilkan peta deformasi tanah dengan resolusi tinggi, yang sangat berguna dalam penyusunan kebijakan publik. Validasi melalui GNSS makin memperkuat kredibilitas hasil pemetaan ini sehingga menjadikannya dasar yang kuat untuk tindakan nyata.

Pemetaan ini memungkinkan pemerintah daerah menetapkan zona rawan ambles, membatasi izin pengambilan air tanah, serta memperkuat kebijakan tata ruang dan konstruksi bangunan di area berisiko tinggi. Pendekatan berbasis bukti ini krusial agar pembangunan perkotaan tidak memperparah kondisi geologis wilayah yang telah rapuh.

Melalui penelitian ini, Profesor Abraham Cardenas-Tristan membuktikan bahwa teknologi pengindraan jauh dapat menjadi solusi strategis untuk menghadapi persoalan kompleks seperti penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah berlebih. Dengan pendekatan ilmiah yang berbasis pada data dan analisis geospasial, kita tidak hanya mampu memahami mekanisme penurunan permukaan tanah secara menyeluruh, tetapi juga dapat merancang kebijakan mitigasi risiko yang tepat sasaran.

Lembah San Luis Potosi menjadi contoh nyata bagaimana krisis air dan geologi saling berkaitan erat, serta bagaimana pemanfaatan teknologi mutakhir dapat memberikan arah baru dalam pengelolaan sumber daya dan perlindungan lingkungan perkotaan. Ilmu pengetahuan, jika diterapkan dengan benar, mampu membimbing kita dalam menghadapi tantangan geospasial masa depan dengan lebih bijak dan berkelanjutan.

+
+