

4 Fakta Sesar Lembang yang Menyimpan Potensi Gempa Besar
Penelitian terbaru kembali menegaskan potensi bahaya yang tersembunyi dari Sesar Lembang, patahan aktif yang membentang di utara Bandung. Meski pergerakannya hanya sekitar 1,9 hingga 3,4 milimeter per tahun, akumulasi energi tektonik yang terus menumpuk dapat memicu guncangan dahsyat di masa depan.
Membentang 29 Kilometer Dekat Pusat Kota
Sesar Lembang membentang sejauh 29 kilometer, mulai dari Padalarang hingga Jatinangor. Jalur patahan ini melewati kawasan padat aktivitas manusia, seperti Lembang, Cimenyan, Ngamprah, hingga Cisarua, hanya sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Bandung.
Dilansir dari Radartv News Online, sesar ini diklasifikasikan sebagai strike-slip fault atau patahan geser mendatar. Artinya, sebagian besar pergerakannya bersifat horizontal. Namun, penelitian paleoseismologi menemukan juga adanya pergeseran vertikal kecil, sekitar 0–20 persen dari total pergerakan.
Bukti Gempa Besar di Masa Lalu
Dalam sebuah penggalian parit di kilometer 11,5 jalur sesar, tim peneliti menemukan pergeseran vertikal hingga 40 sentimeter. Bukti ini konsisten dengan gempa kuat berkekuatan 6,5–7,0 magnitudo yang pernah terjadi di masa lampau.
Peneliti BRIN, Mudrik R. Daryono, menambahkan bahwa bukti nyata juga terlihat dari pergeseran Sungai Cimeta yang bergeser sejauh 120–460 meter akibat aktivitas patahan. Pergeseran dominan adalah horizontal (80–100 persen), sedangkan komponen naik-turun relatif kecil (0–20 persen). “Jika mengacu pada siklus ulang gempa besar, maka secara teoritis gempa besar berikutnya dapat terjadi paling lambat sekitar tahun 2170. Artinya, secara waktu, perkiraan siklus ini sudah relatif dekat dengan masa sekarang,” jelas Mudrik dikutip dari bukamata.id.
Siklus Gempa, Dari Abad ke-15 hingga 19 Ribu Tahun Lalu
Kajian paleoseismologi menunjukkan bahwa Sesar Lembang sudah memicu beberapa gempa besar di masa lalu. Peristiwa terbaru tercatat terjadi pada abad ke-15, sementara jejak paling tua terdeteksi sekitar 19 ribu tahun lalu.
Meski begitu, Mudrik menegaskan bahwa ilmu kebumian belum mampu memastikan kapan gempa besar akan kembali terjadi. “Karena itulah, sikap paling bijak yang bisa dilakukan adalah tetap waspada dan menyiapkan langkah mitigasi sejak dini,” ujarnya.
Tiga Zona Risiko di Bandung Raya
Dilansir dari Akurat.co, berdasarkan kajian BRIN dan BMKG, dampak gempa Sesar Lembang dipetakan dalam tiga zona risiko:
-
Zona Merah (Risiko Tinggi): Kota Cimahi (Cimahi Selatan, Cimahi Utara), Kabupaten Bandung Barat (Lembang, Parongpong, Cisarua), serta Bandung Utara (Dago, Ciumbuleuit, Cidadap).
-
Zona Kuning (Risiko Sedang): Kota Bandung bagian tengah dan selatan (Lengkong, Buahbatu, Gedebage), serta Kabupaten Bandung (Soreang, Banjaran).
-
Zona Hijau (Risiko Rendah): Kabupaten Sumedang (Jatinangor) dan Garut bagian utara.
Pemerintah, melalui BRIN, BMKG, BPBD, dan pemerintah daerah, kini terus memperkuat upaya mitigasi. Langkah-langkah yang disiapkan meliputi pemetaan jalur rawan, penelitian berkelanjutan, serta edukasi publik.
Bagi masyarakat, mitigasi dapat dilakukan dengan memperkuat struktur bangunan, memahami jalur evakuasi, hingga rutin mengikuti latihan kesiapsiagaan. Dengan cara itu, risiko bencana dapat ditekan, meskipun ancaman gempa besar dari Sesar Lembang tidak bisa sepenuhnya dihindari.
