Pandangan Pemimpin Dunia yang Menegaskan bahwa Geospasial adalah Hegemoni Baru
Abad ke-21 menandai babak baru dalam perebutan kekuasaan global, di mana dominasi tidak lagi diukur dari luas wilayah atau kekuatan militer semata, melainkan dari kemampuan membaca, memetakan, dan mengendalikan data. Informasi telah menjadi medan baru bagi hegemoni, dan geospasial berada di garis terdepan dari revolusi ini.
Data spasial yang dahulu hanya digunakan untuk perencanaan wilayah kini menjelma menjadi peta pengaruh dan instrumen kendali global. Dunia modern terhubung melalui jaringan satelit, sensor, serta sistem informasi spasial yang mampu menembus batas fisik maupun politik, mengubah cara manusia memahami ruang, lingkungan, dan bahkan kekuasaan itu sendiri.
- Narendra Modi: Geospasial sebagai Pendorong Inklusi dan Inovasi Nasional
Perdana Menteri India Narendra Modi menjadi salah satu tokoh yang paling progresif dalam mendorong kebijakan geospasial nasional. Baginya, data spasial adalah infrastruktur kritis bagi masa depan ekonomi dan sosial India. Modi menegaskan bahwa deregulasi dan keterbukaan akses data geospasial akan memacu kreativitas, membuka lapangan kerja, serta mempercepat inovasi teknologi dalam negeri.
Ia menyebut bahwa pembebasan akses terhadap data pemetaan dan citra satelit “akan memacu kreativitas anak muda India dan mempercepat transformasi digital nasional.” Kebijakan ini tidak hanya memberi ruang bagi sektor swasta dan akademik, tetapi juga memperkuat partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dengan cara ini, geospasial di India tidak hanya menjadi alat perencanaan pembangunan, tetapi juga motor inklusi digital dan ekonomi berbasis data.
- Xi Jinping: Geospasial sebagai Pilar Pertahanan dan Kedaulatan
Sementara itu, Presiden Tiongkok Xi Jinping menempatkan geospasial di jantung strategi pertahanan dan kedaulatan negaranya. Dalam berbagai pidato, Xi menyerukan pembangunan “sistem pintar” untuk pertahanan perbatasan yang memanfaatkan teknologi mutakhir, seperti pengawasan udara, laut, dan darat melalui jaringan sensor serta sistem informasi spasial. Ia menekankan pentingnya “penguatan pemberdayaan teknologi” untuk menjaga wilayah Tiongkok dari ancaman eksternal sekaligus mengoptimalkan kontrol internal.
Pandangan ini menegaskan bahwa geospasial bagi Tiongkok bukan sekadar alat pemetaan, melainkan instrumen kekuasaan yang memadukan data, teknologi, dan militer. Dengan menguasai ruang melalui teknologi, Tiongkok berupaya menciptakan bentuk baru kedaulatan digital yang memperluas pengaruhnya hingga ke domain udara dan laut.
- Vladimir Putin: Peta sebagai Alat Politik dan Identitas Nasional
Di sisi lain, Presiden Rusia, Vladimir Putin, memandang peta sebagai simbol politik dan identitas nasional. Ia pernah memerintahkan pembuatan atlas dunia yang “tidak mendistorsi kebenaran historis dan geografis,” yang menandakan bahwa peta memiliki dimensi ideologis baginya. Tradisi kartografi militer Rusia telah lama digunakan sebagai alat penguasaan dan pembentukan identitas nasional.
Dalam konteks modern, Putin menjadikan pendekatan ini sebagai bentuk diplomasi spasial, menggunakan peta untuk menegaskan klaim politik dan narasi sejarah. Dari perspektif geospasial, kebijakan ini menunjukkan bahwa siapa yang menentukan batas di peta, dialah yang membentuk persepsi dunia terhadap realitas geopolitik Rusia. Bagi Putin, penguasaan terhadap citra dan data spasial berarti menguasai cara dunia melihat Rusia.
- Donald Trump: Infrastruktur Geospasial untuk Kepentingan Strategis
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memiliki pendekatan berbeda yang berakar pada kekuatan teknologi dan keamanan strategis. Melalui kebijakan Space Policy Directive-7 (SPD-7), ia memperkuat sistem Positioning, Navigation, and Timing (PNT) yang menjadi fondasi bagi navigasi global, mobilitas militer, dan ekonomi digital AS. Trump memperingatkan bahwa ancaman terhadap sistem navigasi satelit dapat mengguncang stabilitas nasional dan ekonomi global.
Pandangan ini memperlihatkan kesadaran bahwa dominasi di ruang angkasa dan kontrol atas data posisi merupakan bentuk hegemoni baru dalam geopolitik modern. Dengan demikian, kebijakan Trump menegaskan bahwa ruang orbit bukan hanya wilayah ilmiah, melainkan juga medan strategis yang menentukan kekuatan ekonomi dan pertahanan dunia.
- Khalid bin Salman bin Abdulaziz: Geospasial sebagai Elemen Transformasi Ekonomi
Arab Saudi menempatkan sektor geospasial sebagai elemen penting dalam mewujudkan visi pembangunan nasional Saudi Vision 2030. Melalui General Authority for Survey and Geospatial Information (GEOSA) yang dipimpin Pangeran Khalid bin Salman bin Abdulaziz, adik dari Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), Kerajaan berupaya memperkuat infrastruktur data spasial nasional yang akurat, terstandar, dan dapat dimanfaatkan lintas sektor. GEOSA memainkan peran strategis dalam pengembangan kota pintar, seperti NEOM, pengelolaan sumber daya alam, serta perencanaan tata ruang yang berkelanjutan.
Dukungan penuh dari pimpinan Arab Saudi menjadikan GEOSA sebagai lembaga terdepan di bidang informasi geospasial. Langkah besar ini turut diperkuat dengan hadirnya United Nations Global Geospatial Ecosystem Center of Excellence di Riyadh, yang menjadikan data spasial sebagai fondasi utama bagi inovasi dan ekonomi digital masa depan.
- Antonio Guterres: Geospasial untuk Dunia yang Lebih Inklusif
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, memandang geospasial sebagai alat menuju dunia yang lebih inklusif. Ia menegaskan bahwa informasi geospasial yang “andal, terbuka, dan terdistribusi dengan baik” menjadi kunci dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Menurutnya, data spasial membantu dunia memahami ketimpangan, perubahan iklim, dan kebutuhan sosial di berbagai wilayah secara lebih akurat.
Guterres memandang peta bukan hanya representasi geografis, melainkan juga medium empati global, alat untuk melihat di mana kemiskinan ekstrem masih terjadi, di mana akses air bersih minim, dan di mana ketimpangan sosial paling nyata. PBB melalui inisiatif geospasialnya berupaya menjadikan data sebagai jembatan kemanusiaan yang menghubungkan kebijakan dengan kebutuhan nyata masyarakat di lapangan.
Geospasial sebagai Medan Baru Kekuasaan Global
Jika pada masa lampau hegemoni global lahir dari semangat Gold, Glory, dan Gospel, maka di abad ke-21 dunia memasuki babak baru di mana kekuasaan tidak lagi ditentukan oleh luas wilayah atau kejayaan perang, melainkan oleh penguasaan data spasial. Data kini menjadi “emas” baru yang menyimpan nilai ekonomi luar biasa, peta menjadi simbol kejayaan politik dan teknologi, sementara akses informasi menjadi bentuk “gospel” modern yang membentuk legitimasi moral dalam tata kelola global. Adapun glory-nya kini terwujud dalam kemampuan suatu negara menampilkan dominasi teknologi, meluncurkan satelit, membangun sistem pemetaan mandiri, hingga menegaskan kehadiran digitalnya di ruang angkasa dan siber.
Kini, kejayaan bukan lagi diukur dari menancapkan bendera di tanah jajahan, melainkan dari seberapa luas jangkauan data dan citra yang dapat dikendalikan. Melalui geospasial, negara-negara kini memetakan keunggulan dan kekurangannya, membaca pola kehidupan, mengelola sumber daya, serta merancang masa depan dengan presisi ilmiah.
