

GEOINT Bakal Jadi Senjata untuk Tangani Virus dan Pandemi
Masih hangat di dalam ingatan kita ketika badai COVID-19 menghantam dunia. Kemudian, risiko wabah, seperti Nipah virus dan Human Metapneumovirus (HMPV), meningkat di berbagai belahan dunia. Situasi tersebut membuat kebutuhan untuk pemecahan permasalahan virus dan pandemi menjadi begitu mendesak.
Selama ini, langkah pengawasan masih terbatas pada pengecekan rumah secara individual dan pengujian sampel hewan, misalnya kotoran kelelawar pada kasus Nipah virus. Metode tersebut bersifat reaktif dan memakan waktu sehingga diperlukan teknologi yang mampu memberikan pemantauan cepat dan real-time agar potensi penyebaran dapat ditekan sebelum berkembang menjadi krisis.
Namun kini, geospatial intelligence (GEOINT) menawarkan pendekatan yang lebih canggih dibanding sekadar pelacakan kontak. Melalui citra satelit, pemerintah dan lembaga kesehatan dapat memantau pergerakan hewan, pola migrasi, hingga tanda panas (heat signatures) yang mengindikasikan aktivitas biologis. Di sisi lain, perangkat lunak sistem informasi geografis (GIS) dapat memetakan transmisi penyakit, mengidentifikasi wilayah berisiko, dan menganalisis faktor lingkungan yang memicu wabah.
Keberhasilan penerapan teknologi ini sudah terlihat pada krisis Ebola 2014 di Afrika Barat, di mana GIS dan pengindraan jauh membantu memetakan wilayah terdampak dan mengevaluasi infrastruktur. Contoh lainnya adalah proyek pemetaan kerentanan malaria di Madagaskar yang mempermudah penentuan strategi pencegahan.
Integrasi GEOINT dan BIOINT untuk Pencegahan
Manfaat teknologi geospasial tidak terbatas pada manajemen bencana atau keamanan hayati (biosafety), tetapi juga dapat digunakan secara preventif. Dengan memantau migrasi hewan, tingkat kematian, sumber air di dekat fasilitas kimia, hingga keberadaan laboratorium keamanan hayati, potensi ancaman biologis, termasuk senjata biologi, dapat diidentifikasi lebih awal. Data ini idealnya tersedia dalam pelacak publik (public tracker) yang mendorong akuntabilitas global, sekaligus memungkinkan respons cepat terhadap risiko biologis sebelum berdampak luas.
Salah satu contoh nyata integrasi GEOINT dengan biological intelligence (BIOINT) adalah BioWatch System di Los Alamos National Laboratory, Meksiko. Sistem ini memanfaatkan pemodelan perilaku agen biologis dalam bentuk aerosol melalui alat pengambil sampel udara dan model dispersi atmosfer. Dengan metode ini, potensi pelepasan agen biologis dapat terdeteksi lebih awal, pola penyebaran dimodelkan secara akurat, dan koordinasi respons dapat dilakukan lebih cepat. Pendekatan ini membuktikan bahwa teknologi geospasial mampu menjadi fondasi bagi kerangka kerja keamanan hayati global yang efektif.
Perpaduan dua teknologi ini dapat menjadi pilar utama pertahanan global terhadap pandemi dan ancaman biologis. Teknologi ini menawarkan pergeseran dari respons reaktif menuju kemampuan prediktif dan preventif yang lebih efektif. Dengan kerangka hukum dan etika yang kokoh, GEOINT bukan hanya menjadi alat pemantau kesehatan dan lingkungan, melainkan juga garda terdepan dalam menjaga keamanan kesehatan global di tengah kompleksitas ancaman biologis masa kini.
