

Bagaimana Pemanfaatan Teknologi Geospasial dalam Video Game Membantu Rekonstruksi Gereja Berusia 850 Tahun?
Pada tanggal 15 April 2019, dunia menyaksikan dengan pilu ketika Notre-Dame de Paris, salah satu bangunan ikonik bersejarah Prancis yang berusia lebih dari 850 tahun, dilalap si jago merah. Kebakaran besar ini menghancurkan sebagian besar struktur atap dan menara utama gereja, memicu gelombang duka serta seruan global untuk merekonstruksi bangunan tersebut. Namun, siapa sangka, di tengah keprihatinan tersebut, perhatian publik justru tertuju pada sebuah video game,yaitu Assassin’s Creed Unity.
Dirilis pada tahun 2014 oleh Ubisoft, Assassin’s Creed Unity adalah game bergenre action dengan berlatar Revolusi Prancis yang menampilkan kota Paris secara detail, termasuk Notre-Dame sebagai pusat visual dan simbolik. Game ini bukan hanya sebuah karya hiburan, tetapi juga hasil pemanfaatan teknologi geospasial dan artistik tingkat tinggi yang mengejutkan banyak orang karena kedetailannya.
Ketika Dunia Virtual Bertemu Warisan Nyata
Dalam pengembangan Assassin’s Creed Unity, Ubisoft mengerahkan tim seniman dan desainer untuk memodelkan Notre-Dame dengan sangat rinci. Proyek ini memakan waktu lebih dari 14 bulan dan 5.000 jam kerja, dengan tujuan menciptakan representasi yang imersif dan historis untuk keperluan video game. Hasilnya adalah representasi virtual Notre-Dame pada tahun 1789. era Revolusi Prancis yang dapat dijelajahi pemain dari berbagai sudut, termasuk bagian luar, interior Gotik, hingga menara ikoniknya.
Ketika kebakaran Notre-Dame terjadi, banyak pihak berspekulasi bahwa model digital dalam game tersebut bisa digunakan sebagai referensi untuk proses rekonstruksi. Berbagai blog, video, dan bahkan media kredibel seperti NME serta Metro UK, menyebarkan kabar bahwa data dari Assassin’s Creed Unity akan membantu arsitek dan insinyur membangun kembali katedral bersejarah tersebut.
Namun, klaim ini kemudian dibantah oleh pihak Ubisoft sendiri. Thierry Noel, sejarawan yang bekerja untuk pengembangan game-game Ubisoft, menyebut bahwa pemodelan dalam game dibuat "khusus untuk kebutuhan video game", bukan sebagai peta arsitektur akurat.
Ia menegaskan bahwa meskipun tampak sangat mirip, model tersebut tidak dapat digunakan secara langsung dalam proyek restorasi. Selain itu, Denis Lachaud, CEO Life3D, perusahaan yang pernah memodelkan Notre-Dame dengan pemindaian digital, menambahkan bahwa game semacam Unity dibuat berdasarkan foto dan peta, yang mungkin kurang akurat dalam skala dan ukuran sebenarnya.
Kontribusi Nyata Untuk Kesadaran Budaya
Walaupun versi digital dalam game tidak digunakan secara teknis dalam proses rekonstruksi, kontribusi Ubisoft tetaplah signifikan. Tak lama setelah tragedi kebakaran, studio asal Prancis ini menyumbangkan dana sebesar €500.000 untuk proyek restorasi Notre-Dame. Selain itu, mereka juga menawarkan versi PC dari Assassin’s Creed Unity secara gratis untuk dimainkan. Hal ini tidak hanya memungkinkan jutaan pemain untuk menjelajahi kembali Notre-Dame secara virtual, tetapi juga memperkuat kesadaran global akan nilai penting pelestarian warisan budaya.
Pemanfaatan teknologi geospasial dan pemodelan digital dalam video game seperti Assassin’s Creed Unity memang tidak secara langsung menyelamatkan struktur bangunan, tetapi ia telah menunjukkan potensi luar biasa dari dunia virtual sebagai sarana pelestarian sejarah. Game ini berhasil membangkitkan kembali rasa keterikatan emosional publik terhadap Notre-Dame, menjadikannya lebih dari sekadar objek digital dalam sebuah permainan.
Masa Depan Pelestarian Sejarah: Antara Realitas dan Simulasi
Kisah ini membuka diskusi yang lebih luas tentang peran teknologi dalam pelestarian budaya. Dengan semakin berkembangnya teknologi pemindaian 3D, pemodelan arsitektur digital, dan bahkan augmented reality (AR) serta virtual reality (VR), bukan tidak mungkin kedepannya bangunan-bangunan bersejarah dapat "diabadikan" dalam bentuk digital yang presisi dan dapat diakses siapapun dari mana pun.
Notre-Dame versi Assassin’s Creed Unity mungkin tidak menyelamatkan fisik katedral, tetapi ia telah menyelamatkan sesuatu yang lebih abstrak namun tak kalah penting: kesadaran kolektif, antusiasme, dan semangat untuk merawat warisan sejarah manusia. Dunia maya dan teknologi geospasial kini bukan hanya tentang peta atau koordinat, tetapi juga tentang merawat kenangan dan identitas budaya umat manusia.
Sumber: Polygon, Theguardian, NME, Mashable