Google Earth AI Makin Canggih, Bisa Jawab Pertanyaan Kompleks Lewat Data Lokasi
Selama dua dekade terakhir, Google Earth dikenal sebagai jendela digital untuk melihat dunia dari atas. Melalui citra satelit, peta 3D, dan lapisan informasi, kita dapat menelusuri gunung, sungai, atau gedung pencakar langit hanya dengan satu klik. Namun, Google membawa platform tersebut ke arah yang jauh lebih ambisius. Kini, Google Earth dapat menunjukkan mengapa sesuatu terjadi di tempat itu.
Inovasi itu diwujudkan lewat Google Earth AI, sebuah sistem kecerdasan buatan geospasial yang dirancang bukan hanya untuk menampilkan peta, melainkan juga untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis lokasi. Dengan kata lain, peta kini berevolusi menjadi alat analisis spasial yang mampu menalar dan memberi rekomendasi kebijakan.
Google Earth AI lahir dari penggabungan teknologi AI generatif dengan data geospasial berskala besar. Sistem ini tidak hanya menampilkan citra satelit atau jalan, tetapi juga mampu membaca pola dari data mobilitas, populasi, infrastruktur, hingga kondisi lingkungan.
Dilansir dari R&D World, melalui proyek yang disebut Geospatial Reasoning Agent, Google menciptakan semacam “asisten spasial cerdas” yang dapat menjawab pertanyaan kompleks menggunakan data lokasi. Misalnya, ketika terjadi bencana banjir, sistem ini bisa menganalisis citra sebelum dan sesudah bencana, menghitung tingkat kerusakan bangunan, mengaitkannya dengan data kepadatan penduduk, dan merekomendasikan wilayah prioritas untuk evakuasi.
Dengan kemampuan itu, peta tidak lagi bersifat statis. Ia kini menjadi sistem pendukung keputusan berbasis lokasi. Peta juga menjadi alat yang bisa menafsirkan dinamika ruang dan membantu manusia memahami hubungan antara lingkungan, aktivitas, dan risiko.
Tiga Pilar Utama Google Earth AI
Google membangun sistem ini di atas tiga pilar utama. Pertama, model fondasi geospasial, yaitu model AI yang dilatih menggunakan data citra satelit beresolusi tinggi dan anotasi spasial, seperti jalan, bangunan, dan vegetasi. Model ini dapat melakukan tugas analitis yang kompleks, seperti mendeteksi atap rumah dengan panel surya atau mengidentifikasi jalan yang terputus akibat banjir.
Pilar kedua adalah Geospatial Reasoning Agent, otak analisis dari sistem ini. Agen ini mampu merumuskan pertanyaan, mengakses berbagai model, memproses data yang relevan, lalu menghasilkan jawaban spasial yang kontekstual. Misalnya, ketika diminta untuk memetakan area rawan kekeringan, sistem dapat mempertimbangkan pola curah hujan, perubahan vegetasi, dan jarak ke sumber air terdekat.
Pilar ketiga adalah integrasi lintas domain. Google Earth AI tidak berdiri sendiri, tetapi terhubung dengan ekosistem produk Google lain, seperti Google Maps Platform dan Google Cloud. Dengan demikian, hasil analisis spasial bisa langsung diterapkan dalam berbagai sektor.
Perubahan Paradigma
Kehadiran Google Earth AI menandai pergeseran besar dalam dunia geospasial. Selama ini, peta berfungsi untuk menunjukkan “di mana” sesuatu berada. Kini, peta juga dapat menjawab “mengapa” hal itu terjadi dan “bagaimana” dampaknya terhadap wilayah tertentu.
Pendekatan ini membuka peluang baru bagi pemerintah, peneliti, maupun sektor swasta untuk mengambil keputusan dengan pemahaman spasial yang lebih dalam. Kota-kota dapat mengidentifikasi area yang rentan terhadap banjir atau polusi udara; lembaga sosial bisa memetakan kesenjangan akses kesehatan, sementara pengusaha dapat menentukan lokasi optimal untuk investasi berdasarkan pola mobilitas dan kepadatan penduduk.
