

Peta Zoomorfik: Alat Propaganda Politik Abad Pertengahan
Sejak awal peradaban, manusia selalu berusaha menggambarkan dunia dalam berbagai bentuk, mulai dari peta dunia berbasis daratan hingga peta berbasis populasi, bahkan peta yang menyerupai bentuk manusia atau hewan. Salah satu bentuk visualisasi peta yang paling unik adalah peta zoomorfik, yaitu peta yang menggambarkan wilayah geografis dalam bentuk hewan, di mana istilah “zoomorfik” berasal dari bahasa Yunani, zoion (hewan) dan morphe (bentuk).
Namun, lebih dari sekadar karya seni, peta zoomorfik sering kali menyimpan agenda tersembunyi. Dalam banyak kasus, bentuk hewan dalam peta tidak dipilih secara acak, melainkan mengandung simbolisme politik, budaya, atau bahkan psikologis yang kuat. Di sinilah, kita menyadari bahwa peta tidak hanya menunjukkan lokasi, tetapi juga dapat membentuk opini sekaligus alat propaganda politik yang berpengaruh.
Peta sebagai Strategi Politik
Peta zoomorfik mulai populer di Eropa pada abad ke-16 dan 17, seiring dengan pertumbuhan nasionalisme, kolonialisme, dan perebutan kekuasaan antarnegara. Masa ini dikenal sebagai era kejayaan kartografi politik, ketika peta menjadi alat strategis dalam menyampaikan pesan kekuasaan dan ideologi.
Banyak kartografer pada masa itu yang bekerja di bawah pesanan para bangsawan dan raja, yang menggunakan karya mereka untuk mengolok-olok musuh politik atau menampilkan negaranya sebagai hewan yang kuat dan bermartabat. Contoh paling terkenal adalah peta “Europa Regina” (Ratu Eropa) yang menggambarkan Eropa dalam bentuk seorang ratu, sebagai representasi dari kekuasaan Habsburg di Eropa Tengah pada abad ke-16.
Peta zoomorfik bukan hanya alat komunikasi geografis, melainkan juga alat propaganda yang sangat efektif. Banyak peta jenis ini menampilkan negara lawan sebagai hewan buas atau menjijikkan untuk menanamkan persepsi negatif di benak publik. Sementara itu, negara sendiri digambarkan sebagai hewan mulia, seperti elang, singa, atau kuda, guna menekankan superioritas moral dan militer.
Contohnya, selama Perang Krimea (1853–1856), peta-peta Eropa menggambarkan Rusia sebagai beruang yang agresif, simbol yang masih digunakan hingga hari ini. Sementara, Inggris dan Prancis sering digambarkan sebagai singa dan ayam jantan, hewan yang secara budaya memiliki asosiasi dengan keberanian dan kebangsawanan.
Penelitian dari British Library juga menunjukkan bahwa pada abad ke-19 banyak peta jenis ini mencerminkan pandangan Euro-sentris dan stereotipe rasial. Peta-peta Euro-sentris biasanya menggambarkan wilayah-wilayah di Asia dan Afrika sebagai hewan liar untuk menjustifikasi kolonialisme.
Simbolisme yang Membentuk Stereotipe Psikologis
Selain mengandung pesan politik, peta zoomorfik juga berfungsi sebagai cermin ketakutan dan stereotipe yang melekat di masyarakat. Contoh konkret dapat ditemukan dalam peta Prancis tahun 1882 yang menggambarkan Jerman sebagai hewan mirip serigala yang menggigit wilayah di sekitarnya. Sementara, Turki digambarkan sebagai kuda yang sakit dan Eropa Tengah sebagai burung hantu bermata besar, mungkin menyiratkan keangkuhan atau pengawasan berlebihan.
Simbolisme hewan tidak lepas dari stereotipe budaya dan psikologis yang mengakar. Beruang, misalnya, sering dikaitkan dengan kekuatan yang brutal dan tak terkendali, yang dianggap cocok untuk menggambarkan Rusia. Sementara, burung hantu, meskipun secara tradisional diasosiasikan dengan kebijaksanaan, bisa juga diasosiasikan dengan kesunyian dan kegelapan, cocok untuk menggambarkan negara yang dianggap misterius atau mengancam.
Meskipun era kejayaan peta zoomorfik telah berlalu, warisan simboliknya masih hidup dalam wacana geopolitik modern. Negara-negara besar dunia masih menggunakan representasi hewan sebagai alat komunikasi identitas nasional dan kekuatan politik. Misalnya, elang sebagai simbol dominasi dan kebebasan Amerika Serikat, panda sebagai citra damai dan bersahabat dari Tiongkok, dan beruang sebagai metafora kekuatan besar Rusia yang tidak bisa diremehkan. Simbol-simbol ini tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan kelanjutan dari pola visual yang sudah dibentuk sejak abad pertengahan melalui peta-peta zoomorfik yang menyisipkan pesan terselubung kepada publik.
Penggunaan hewan dalam peta-peta ini bukan semata untuk tujuan artistik, tetapi sarat makna psikologis dan ideologis. Kartografer masa lalu memanfaatkan sifat-sifat hewan, buas, licik, lemah, kuat, untuk menciptakan persepsi tertentu terhadap suatu bangsa atau wilayah. Representasi musuh sebagai binatang buas, misalnya, bisa menanamkan rasa takut, kebencian, atau superioritas pada rakyat.
Di sisi lain, negara sendiri digambarkan sebagai hewan mulia, yang menyampaikan citra keberanian, keanggunan, atau moralitas tinggi. Efeknya jauh dari sekadar estetika semata, tetapi mengubah fungsi peta sebagai alat penunjuk lokasi menjadi pembentuk identitas kolektif dan pembenaran terhadap dominasi politik, bahkan peperangan.
Dengan demikian, peta zoomorfik bukan sekadar penunjuk lokasi, melainkan juga narasi visual yang mampu menanamkan ideologi dalam imajinasi publik. Dalam dunia modern yang masih mengandalkan simbol dan stereotipe baik dalam diplomasi maupun media, jejak propaganda visual ini tetap relevan. Hal ini menunjukkan bahwa peta bukan hanya menggambarkan dunia seperti apa adanya, melainkan juga seperti yang ingin kita percayai. Dalam konteks politik, keyakinan itu bisa mengubah arah sejarah.
Sumber: Geography Realm, British Library