

BIG Pastikan Nama 4 Pulau yang Jadi Sengketa Aceh-Sumatera Utara Tetap Sama
Badan Informasi Geospasial (BIG) memastikan bahwa empat pulau yang menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara tetap mempertahankan nama bakunya. Empat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Kepastian ini disampaikan oleh juru bicara BIG, Mone Iye Cornelia Marschiavelli, sebagai tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 300.2.2-2430 Tahun 2025 mengenai revisi kode wilayah administrasi pemerintahan dan pulau.
Menurut BIG, revisi tersebut bukan bertujuan untuk mengubah nama unsur geografis, tetapi semata memperbarui informasi administratif agar sesuai dengan regulasi terbaru. Penegasan ini menjadi penting mengingat status kepemilikan pulau sempat menjadi polemik tajam di antara kedua provinsi.
Dari perspektif geospasial, BIG menegaskan bahwa penarikan batas wilayah dilakukan berdasarkan Undang-Undang Pembentukan Daerah, peta lampiran resmi, serta data teknis, seperti Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), citra satelit resolusi tinggi, dan hasil survei lapangan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah tidak hanya bersandar pada pertimbangan administratif, tetapi juga berbasis bukti teknis yang kuat dan objektif.
Penetapan nama baku empat pulau tersebut juga akan dilaporkan ke United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN). Langkah ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam menjaga akuntabilitas dan keterbukaan di tingkat global terkait standardisasi nama-nama geografis.
BIG akan menyampaikan notifikasi dalam dua bentuk, yaitu ringkasan informasi yang dimuat dalam country report Indonesia dan laporan teknis yang memuat penjelasan lengkap mengenai latar belakang, proses, dan hasil penetapan nama. Dalam pernyataan resminya, Mone menyebutkan bahwa notifikasi ini menjadi bentuk diplomasi teknis Indonesia di forum internasional serta memperkuat legitimasi pengelolaan data spasial nasional.
Keberhasilan Sektor Geospasial Mengatasi Konflik
Keberhasilan BIG dalam menyelesaikan sengketa wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara menjadi contoh nyata bagaimana sektor geospasial dapat memainkan peran strategis dalam meredam konflik kewilayahan. Dalam konteks ini, data spasial bukan sekadar peta atau citra satelit, melainkan juga instrumen penting dalam pengambilan keputusan publik yang berbasis bukti (evidence-based policy).
Tanpa keberadaan data geospasial yang akurat dan dapat diverifikasi, konflik seperti klaim empat pulau tersebut berpotensi berlarut-larut dan memicu ketegangan antarwilayah, bahkan berujung pada instabilitas sosial dan politik yang lebih luas. BIG, bersama kementerian teknis lainnya, mampu menyediakan argumen teknis yang kuat melalui pemetaan rupa bumi, survei lapangan, dan analisis batas wilayah yang mengacu pada dasar hukum yang sah.
Penegasan ini juga memperlihatkan pentingnya membedakan antara data teknis dan legalitas administratif. Seperti disampaikan oleh Mone, peta RBI tidak bisa dijadikan acuan hukum karena fungsinya hanya sebagai alat bantu visualisasi. Kepastian hukum tetap merujuk pada regulasi formal, seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Oleh karena itu, sinergi antara sektor geospasial dan kebijakan administratif sangat vital dalam menjaga integritas wilayah nasional. Keputusan pemerintah untuk menetapkan keempat pulau dalam wilayah Aceh dengan tetap mempertahankan nama bakunya adalah bukti dari keberhasilan model kolaboratif ini. Komitmen BIG dalam menjaga transparansi dan akurasi informasi spasial bukan hanya berperan dalam penyelesaian konflik lokal, melainkan juga memperkuat posisi Indonesia dalam forum global standardisasi nama geografis.
Sumber: Target Berita